BPRD Jakarta Barat Sebut Diskotek Colosseum Taat Pajak


NewsTerpercaya9999 - - Suku Dinas Badan Pajak dan Retribusi Daerah Jakarta Barat menyatakan diskotek Colosseum Club 1001 menjadi salah satu tempat hiburan yang taat pajak. Setiap bulan diskotek tersebut bisa menyumbang ratusan juta rupiah dari sektor pajak hiburan.

Kepala Sudin BPRD Jakarta Barat, Hendarto, mengatakan Colosseum selama ini selalu taat pajak dan belum pernah telat membayarkan kewajibannya. "Per bulan pajaknya ratusan juta. Pendapatan mereka dipotong 25 persen untuk pajak hiburan," kata Hendarto saat dihubungi, Rabu, 25 Desember 2019.

Ia menuturkan diskotek Colosseum berada di lingkungan Hotel 1001. Selain Colosseum, restoran dan hotel di satu kawasan tersebut juga taat pajak. "Mereka juga belum pernah telat (bayar pajak) sejauh ini."

DKI Jakarta mencatat realisasi pajak hiburan telah mencapai 98 persen. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pajak dari sektor hiburan Rp 850 miliar, Agen Poker.

"Realisasi hingga hari ini telah mencapai Rp 834 miliar," kata Kepala Humas BPRD DKI Mulyo Sasongko. Adapun sejumlah wajib pajak hiburan di antaranya tempat karaoke, spa/panti pijat, bioskop, diskotek, timzone/permainan ketangkasan, tempat pertunjukan seni dan lainnya.

Menurut dia, pajak dari sektor hiburan menjadi salah satu pendapatan daerah yang realisasinya cukup baik tahun ini ketimbang tahun sebelumnya. Berkaca pada tahun lalu, target pajak dari sektor hiburan yang mencapai Rp 900 miliar, tapi hanya terealisasi Rp 810 miliar.

Pajak sektor hiburan tahun ini dikurangi karena melihat realisasi pajak tahun sebelumnya. Selain itu, salah satu faktor kebijakan pemerintah menurunkan target pajak hiburan karena adanya sejumlah tempat hiburan yang telah tutup.

"Tahun ini targetnya lebih kecil tapi realisasinya lebih besar dari tahun kemarin," ujarnya. "Pengurangan target pajak hiburan tahun ini memang karena pemerintah lebih realistis melihat potensinya."

Nama Colosseum menjadi pembicaraan setelah Pemprov DKI Jakarta memberikan penghargaan Adikarya Wisata 2019 pada awal Desember lalu. Namun pemberian penghargaan itu mendapatkan tentangan dari Front Pembela Islam.

FPI menilai pemberian kebijakan tersebut sebagai bentuk keberpihakan Gubernur Anies Baswedan terhadap tempat hiburan malam yang dicap sebagai pusat maksiat.

Setelah protes tersebut, Anies lantas mencabut penghargaan tersebut. Namun, dia menyatakan pencabutan tersebut bukan karena adanya protes masyarakat, melainkan karena kesalahan dari tim penilai. Menurut dia, tim penilai tak memperhatikan teguran dan Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta yang sempat menemukan adanya peredaran narkoba di sana.

sumber: tempo.co

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.